Sejarah Pengadilan
SEJARAH DAN DASAR HUKUM PENGADILAN AGAMA PAMEKASAN
Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Pamekasan dibentuk berdasarkan:
- Beslit Raja Belanda Staats Blad No. 152/1882 tanggal 19 Januari 1882.
- Ordonansi Staats Blad 1937 No. 116.
- Undang-Undang Darurat 1951 No. 1.
- Kep. Menteri Agama No. 11 tahun 1978.
- Kep. Menteri Agama No. 73 tahun 1978 tentang penetapan kelas Pengadilan Agama.
- Keputusan Menteri Agama No.303 tahun 1990 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja Kesekretariatan Pengadilan Agama Pamekasan dan Pengadilan Tinggi Agama.
- Kep. Menteri Agama No. 303 tahun 1990 tentang susunan organisasi dan Tata Kerja Kesekretariatan PA dan PTA. Kep. Mahkamah Agung No. KMA/004/SK/II/1992 tentang organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan PA dan PTA.
- Keputusan Mahkamah Agung RI No. KMA/004/SK/11/1992 tentang organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan PeradilanTata Usaha Negara dan Peradilan Agama Ke Mahkamah Agung.
Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama pamekasan.
- Masa sebelum penjajahan, pembentukan Pengadilan Agama belum disebut istilah Pengadilan Agama. Menurut Ketetapan Raja Belanda yang diumumkan melalui Staats Blad tahun 1882 No. 152 maka di Pamekasan berdirilah Pengadilan Agama dengan istilah Majelis Padri karena istilah ini keliru sebab dalam Agama Islam tidak ada istilah Padri, yang ada Raad Agama atau Landrat Agama dan bahkan disebut Pengadilan Serambi karena kalau memutus perkara-perkara biasanya di Serambi Masjid, tetapi untuk Raad Agama Pamekasan bukan berkantor di Serambi Masjid, karena lokasi Raad Agama sudah ada di muka Masjid. Demikianlad Raad Agama, Pengadilan Agama Pamekasan menempati gedung di komplek Masjid Jamik Pamekasan mulai berdirinya hingga tahun 1978.
- Raad Agama disebut Maskam atau tempat putusan Hukum Agama dan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan atau persengketaan yang menyangkut orang-orang Islam di Landraad.
- Masa Kemerdekaan Pembentukan Pengadilan Agama pada zaman awal kemerdekaan, Raad Agama diubah namanya menjadi Pengadilan Kepenghuluan dan berkantor di komplek Masjid Jamik hingga tahun 1978 Masa Penjajahan Belanda sampai dengan Jepang, Pembentukan Pengadilan Agama Pamekasan pada zaman penjajahan Belanda Pengadilan Agama yang kita kenal sekarang ini bernama Raad Agama, dan ketuanya bernama HOOF Pengoeloe. Setiap Kabupaten yang ada Landraadnya Pengadilan Negeri, dan orang dahulu bahkan hingga kini kumpul satu atap dengan kantor Urusan Agama Kecamatan Kota, yang kepalanya disebut Naib dan sekarang gedungnya sudah tidak ada atau dibongkar. Selanjutnya istilah Pengadilan Kepenghuluan diubah lagi namanya menjadi Pengadilan Agama hingga sekarang. Sedangkan di luar Jawa dan Madura disebut Mahkamah Syariah dan Kerapatan Qodhi. Dan sejak akhir 1978 Pengadilan Agama Pamekasan menempati kantornya yang baru terletak di Jalan Kabupaten No. 74 Pamekasan sekomplek dengan kantor DEPAG Pamekasan dan pada awal tahun 2008 Pengadilan Agama pindah lagi ke Kantor yang baru yang terletak di Jalan Raya Tlanakan Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan.
- Masa berlakunya UU No. 1/1974 Pembentukan Pengadilan Agama Pamekasan, dengan keluarnya Undang-Undang No. 1/1974 beserta pelaksanaannya (PP No. 9/1975) Pengadilan Agama Pamekasan makin lama makin berkembang baik volumenya dalam arti fisik dan personil maupun kegiatannya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Saat lahirnya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, Pengadilan Agama masih belum menunjukkan sebagai Peradilan yang mandiri, begitu juga dalam peraturan pelaksanaannya PP No. 9 tahun 1975. Hal tersebut terbukti dalam pasal 63 (2) UU No.1 tahun 1974, setiap putusan Pengadilan Agama masih dikukuhkan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama tidak dapat melaksanakan putusannya sendiri jadi saat itu masih tergantung kepada Pengadilan lainnya dan kedudukan serta kewenangannya masih semu / Kuasi. Hukum acara yang berlaku tidak teratur belum ada undang-undang yang mengaturnya. Para hakim dalam memeriksa, mengadili serta memutus perkara masih berpijak kepada sebagian peraturan yang ada serta mengambil pendapat ulama’ dalam kitab Fiqih sehingga belum ada kepastian hukum sebagai dasar berpijak, begitu juga mengenai hukum materiil tidak menentu sehingga tidak mustahil lagi akan timbul putusan disparitas.
- Masa berlakunya UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama maka Pengadilan Agama merupakan kerangka sistim dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14/1970 diperlukan adanya perombakan yang bersifat mendasar terhadap segala perundang-undangan yang mengatur Badan Peradilan Agama tersebut.
Berlakunya UU No. 7/1989, secara konstitusional Pengadilan Agama merupakan salah satu Badan Peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Kedudukan dan kewenangannya adalah sebagai Peradilan Negara dan sama derajatnya dengan Peradilan lainnya, mengenai fungsi Peradilan Agama
dibina dan diawasi oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, sedangkan menurut pasal 11 (1) UU No. 14/1970 mengenai Organisasi, Administrasi dan Finansiil dibawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan.
Suasana dan peran Pengadilan Agama pada masa ini tidaklah berbeda dengan masa kemerdekaan atau sebelumnya karena Yurisdiknya tetap kabur baik dibidang perkawinan maupun dibidang waris. Hukum Acara yang berlaku tidaklah menentu masih beraneka ragam dalam bentuk peraturan perundang-undangan bahkan juga hukum acara dalam hukum tidak tertulis yaitu hukum formal Islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Pada tahun 1989 lahirlah UU No.7 tahun 1989 yang diberlakukannya tanggal 29 Desember 1989, kelahiran undang-undang tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang diharapkan akan tetapi penuh perjuangan dan tantangan dengan lahirnya UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagi tonggak monumen sejarah Pengadilan Agama terhitung tanggal 29 Desember 1989 tersebut.
Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. Disamping itu lahirnya UU tersebut menciptakan kesatuan hukum Peradilan Agama dan tidak lagi berbeda-beda kewenangan dimasing-masing daerah di lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama baik di Jawa-Madura maupun diluar Jawa-Madura adalah sama kedudukan dan kewenangan baik hukum formil maupun materiilnya.
Dengan demikian Peradilan Agama telah sama kedudukannya dengan Peradilan lainnya sebagaimana dalam pasal 10 (1) UU No.14 tahun 1970
sebagai Peradilan yang mandiri (Court of Law). Sebagai Peradilan yang Court of Law mempunyai ciri-ciri antara lain :
- Hukum Acara dan Minutasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
- Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
- Putusan dilaksanakan sendiri oleh Peradilan yang memutus.
- Dengan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Sesuai dengan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 adalah : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :
- Perkawinan
- Waris
- Wasiat
- Hibah
- Wakaf
- Zakat
- Infaq
- Shodaqoh
- Ekonomi Syariah
Seiring dengan telah disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tenang Peradilan Agama pada tanggal 20 Maret 2006 ada perubahan solusif tentang penetapan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam menjadi kewenangan absolut pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama . Secara prinsip yuridis Pengadilan Agama mempunyai kewenangan untuk menangani perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam.
Riwayat Pembangunan Gedung Pengadilan Agama Pamekasan
- Gedung Pengadilan Agama Pamekasan terletak di Jalan Kabupaten Nomor 126 Kota Pamekasan kode pos 69316.
- Di bangun pada tahun 1978, diatas tanah seluas 515 M2 dengan hak milik negara dan luas bangunan 150 M2, melalui anggaran DIP pusat nomor tahun 1978, dilaksanakan oleh CV Karya Muda dengan biaya sebesar Rp. 7.500.000,- pengadaan tanah melalui DIP – nomor – tanah – dengan biaya sebesar Rp. –
- Kemudian pada tahun 1992 dilaksanakan rehabilitasi / perluasan Gedung BSPA berdasarkan DIP Pusat nomor : 178/XXV/92 tanggal 14 Maret 1992 dengan biaya sebesar Rp. 7.432.000,- dilaksanakan oleh PT/CV Sari Karya sehingga luas tanah seluruhnya 515 M2 dan luas bangunan seluruhnya 100 M2.
Pada tahun 2007 dilaksanakan pembangunan Gedung Pengadilan Agama Pamekasan yang baru berdasarkan DIPA Tahun 2007 Nomor : 0226.0/00501.0/XV/2007 tanggal 31 Desember 2006. Terletak di Desa Larangan Tokol Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan Kode Pos 69371 dengan luas Tanah 2.194 M2 dan luas Bangunan yaitu lantai 1 (satu) luas 383,000 M2 dan lantai 2 (dua) 620,000 M2 sudah mendapatkan izin mendirikan Bangunan dari Bupati Pamekasan Nomor IMB: 188/45
Berita Populer: